Resensi Oleh: Citra Tri Nurtina Mahasiswa FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia Unswagati Cirebon |
Judul Buku : Doa Untuk Anak Cucu
Pengarang : W.S. Rendra
Penerbit : Bentang
Tahun Terbit :Cetakan 1, April 2013.
Cetakan 2, Juli 2013
Tebal
Buku : 100 Halaman
Harga : Rp. 28.000,-
Antologi
Puisi yang ditulis oleh salah satu penyair terbaik Indonesia,yaitu Willibrodus
Surendra Bhawana Brotoatmodjo Rendra atau yang dikenal dengan sebutan W.S.
Rendra ini diterbitkan sebagai bentuk kerinduan terhadap sang Maestro. Nama besarnya
di balantika kepenyairan tentunya tidak disangsikan lagi. Pria kelahiran Solo,
7 November 1935 ini memang adalah salah satu penyair terkemuka pada tahun
1960-an.
Semasa
hidupnya, Rendra telah banyak menulis sajak. Kumpulan sajaknya yang pertama berjudul Ballada
Orang-orang Tercinta (1957), kemudian Empat
Kumpulan Sajak (1961), Blues Untuk
Bonnie (1971), Sajak-sajak Sepatu Tua
(1972), Potret Pembangunan dalam Puisi,
Disebabbkan oleh Angin (1993),dan ini yang terakhir Doa Untuk Anak Cucu.
Antologi puisi yang berjudul Doa Untuk Anak Cucu berisikan 22 puisi W.S. Rendra. Buku ini dapat mengobati
kerinduan para penikmat sastra kepada Si Burung Merak yang telah lama mangkat. Melalui kumpulan puisi yang
belum pernah dipublikasikan, inilah sebuah persembahan dari Rendra untuk yang
selalu setia pada Sastra.
Setiap
Antologi Puisi Rendra, memang kerap mengangkat tema-tema sosial. Kelebihan dari
antologi ini adalah konten puisinya yang mengangkat tema sosial dan tak pelak
Rendra juga mengkritik keadaan sosial masyarakat Indonesia, yang mampu
memberikan efek bahkan sugesti untuk pembaca. Pembaca jadi lebih peka terhadap
keadaan sosial, politik, budaya di Indonesia. Terlihat sekali bahwa dalam
puisi-puisinya Rendra tidak hanya memikirkan metafora kata saja sebagai
keindahan puisi, tapi Ia bertindak sebagai pejuang kemanusiaan dengan senjata
kata-kata. Puisinya sarat akan keadaan atau peristiwa sosial yang terjadi. Lalu
kelebihan lain adalah diksi yang digunakan rendra cenderung polos, denotatif. Mengingat
pembaca puisinya dari berbagai kalangan, apresiasi dan pemahamannya juga beragam,
puisi Rendra begitu mudah dipahami oleh siapa saja. Lalu yang khas dari
puisi-puisi Rendra adalah citraan (gambaran). Rendra kerap menggunakan citraan
dalam setiap puisinya dan itu membuat pembacanya berimajinasi setelah
membacanya. Pembaca seolah-olah merasa berada dalam puisi tersebut.Lalu, letupan
emosi Rendra dalam setiap puisinya begitu jujur, lugu, dan sebuah hantaman
emosional yang tercipta dan dicipta. Disitu bisa dirasakan bagaimana Rendra
berbicara, berteriak, dan menyampaikan sebuah kejujuran.
Ada
kelebihan pastinya juga ada kekurangan. Meskipun Rendra adalah salah satu
penyair terbaik di Indonesia, tentu itu tidak menjadi jaminan mutlak
kesempurnaan tulisannya. Dalam antologi puisi Doa Untuk Anak Cucu, ada kata-kata dari bahasa Sanksekerta yang
tidak dipahami. Ia juga menuliskan nama-nama leluhur, dewa, dan kata-kata yang
masih asing. Sehingga saya perlu menelusuri makna-makna tersebut pada sebuah
kamus. Bahkan saya berkali-kali membuka internet untuk mencari makna-makna dari
bahasa Sanksekerta itu.
Sudah
puas melucuti antologi puisi Rendra dengan adjustment pribadi, saya pun ingin
memberi kesaksian bahwa “Doa Untuk Anak Cucu” cocok untuk dimasukkan ke dalam
referensi bacaan generasi muda masa kini. Agar kita semua “melek” politik. Kita
perlu mengkritisi setiap gejala sosial yang muncul di Indonesia. Selain itu
Rendra juga menuliskan puisinya dnegan bahasa-bahasa yang terbuka (mudah
dipahami), jadi siapa pun dapat membaca puisi ini, mengartikan puisi ini. Karena
Rendra sendiri menulis untuk dimengerti, bukan untuk membuat sebuah teka-teki.
Rendra
adalah pejuang kemanusiaan dan kebudayaan dengan senjata kata-kata, untuk itu
saya menaruh kekaguman yang sangat luar biasa kepada si Burung Merak ini. Disertakan
tulisan ini saya berdoa semoga Allah SWT melimpahkan kasih cinta-Nya kepada engkau
di sana, semoga Dia berkenan memberikan Firdausnya atas setiap kata yang kau
sumbangkan untuk kemajuan ilmu sastra di Indonesia. Amin.