Kamis, 16 Januari 2014

resensi antologi puisi W.S. Rendra "Blues Untuk Bonnie"

RESENSI Oleh: Dayat Hidayat



“Rendra; Sajaknya berupa Epik”

Judul               : Blues untuk Bonnie
Pengarang       : W.S. Rendra
Penerbit           : Pustaka Jaya
Tahun Terbit    : Cetakan Pertama, 1971
              Cetakan Kedua, 2013
Halaman          : 56 Halaman
Harga              : Rp. 14.000,-


Blues untuk Boni diterbitkan pertama kali di Cirebon pada tahun 1971. Sajak-sajak karya W.S. Rendra yang tergabung dalam Antologi Puisi Blues untuk Bonnie diterbitkan oleh Pustaka Jaya. Buku setebal 56 halaman ini, berisi 13 puisi panjang. Ini hanya salah satu dari beberapa antologi puisi yang menjadi karya W.S. Rendra yang lain.
Blues untuk Bonnie, terasa cukup menggelitik, ketika dituturkan dengan celoteh khas ala W.S. Rendra. Sebagai sosok besar, W. S. Rendra dalam penciptaannya mungkin sekali terinspirasi oleh penyair-penyair dunia yang menjadi kawan seperjuangan.
Menilik antologi puisi Rendra yang satu ini, memaksa kita untuk berpendapat, bahwa Rendra tengah bercerita. Gaya puisinya naratif deskriptif dengan bahasa lugas, boleh dikatakan  sajak Rendra berupa epik. Saya pikir Rendra sudah jengah dengan kaidah estetika yang rumit, hingga akhirnya dia lebih memilih berkelana bebas dengan bahasa-bahasa yang lebih populer namun menggelitik. Lihat saja, bagaimana dia menyinggung realitas sosial dibumbui dengan unsur seks, yang kemudian melahirkan puisi Bersatulah, Kepada M.G, Pesan Pencopet. Dia pun banyak menggunakan gaya-gaya sindiran, untuk merekam momen-moment ironis. Kita bisa melihat ini dalam puisi Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta, Blues Untuk Bonnie, dan juga Rick dari Corona.
Meskipun di sana-sini Rendra memasukan unsur seks, namun dia tak kehilangan sisi spiritualitas, sebagaimana dia berbicara dengan sudut pandang agamanya, melalui puisi Kotbah dan Nyanyian Angsa.
Bagi saya dari sekian banyak puisi yang hadir dalam Antologi Puisi Blues untuk Bonnie, puisi Kupanggili Namamu lah  yang  meninggalkan kesan  mendalam, ada kesenduan sekaligus pengorbanan besar terpampang di sana. Ketenangan sekaligus romantisme yang berdebur.

.................................
Sia-sia kucari pancaran sinar matamu.
Ingin kuingat lagi bau tubuhmu
yang kini sudah kulupa.
Sia-sia
Tak ada yang bisa kujangkau
Sempurnalah kesepianku.

Angin pemberontakan
menyerang langit dan bumi.
Dan dua belas ekor serigala
muncul dari masa silam
merobek-robek hatiku yang celaka
...............................


 Memang penggalan puisi di atas sedikit membutuhkan penalaran yang mendalam untuk memahami isinya. Bisa dikatakan terdapat bahasa-bahasa yang emmerlukan  imajinasi dan pengalaman sastra yang memadai untuk menerjemahkan, mengerti maksud dan arti setiap kata-katanya. Namun secara umum, antologi Blues untuk Bonnie, menjadi hal menarik tersendiri, berbalut tuturan renyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar